Minggu, 13 Mei 2012

TAHUKAH ANDA MENGAPA KETIKA SESEORANG SEDANG DALAM KEADAAN MARAH, IA AKAN BERBICARA DENGAN SUARA KUAT ATAU BERTERIAK????

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya, "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"
Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab, "Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak." "Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada disampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?" Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan. Sang guru lalu berkata, "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara kedua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi." Sang guru masih melanjutkan, "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?" Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban. "Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan." Sang guru masih melanjutkan, "Ketika kita sedang dilanda kemarahan, janganlah hati kita menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kita tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kita. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu kita." Sumber: Tidak Diketahui

Sabtu, 10 Maret 2012

GEREJA DAN DUNIA...Tahukah Anda Siapakah yang paling kuat dalam memberikan pengaruh??

Menurut penelitian Gallup, keagamaan mengalami kemajuan, tetapi kejahatan dan tindakan asusila mengalami hal yang sama. Lebih lanjut Gallup mengatakan bahwa, "Kita mendapati perbedaan yang sangat sedikit dalam tingkah laku antara orang yang pergi ke gereja dan mereka yang tidak aktif beribadah. Tingkat kebohongan, penipuan, dan pencurian di dalam kedua kelompok ini luar biasa miripnya." Hal ini diungkap oleh Gallup ketika ia berbicara dalam sebuah seminar nasional dari para pemimpin gereja-gereja Southern Baptist.

Tidak seperti jemaat mula-mula, sekarang ini sedikit orang kristen yang menganggapnya sebagai sebuah kehormatan untuk menderita bagi juruselamat yang menderita bagi mereka. Kita sedang membuktikan bahwa sangat sulit untuk mengikuti orang-orang kudus yang mau menderita ketika kita menjadi terbiasa dengan budaya kemakmuran.

Sama halnya dengan beberapa orang, kita juga memilih apa yang akan kita percayai dan bagaimana kita akan bertingkah laku tanpa lebih memberi perhatian pada apa yang diajarkan oleh Alkitab. Di dalam sebagian besar umat sekarang ini sedang bertumbuh kecenderungan untuk memilih bagian Alkitab yang mereka sukai saja. Mereka diikat oleh roh zaman kita sehingga kita berganti-ganti warna seperti seekor bunglon.

Saya setuju bahwa kita harus menguji pengertian kita tentang Alkitab dalam hubungannya dengan isu-isu modern. Tetapi, jika kita menyesuaikan Alkitab dengan angin yang berhembus tanpa arah, maka kita akan terlena oleh budaya sehingga kita tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam semangat kita untuk menjadi relevan kita akan kehilangan suara kenabian kita.

Betapapun kita banyak menyalahkan Rudolf Bultmann seorang ahli teologi Jerman karena menolak bagian-bagian Alkitab yang tidak sesuai dengan keinginannya, tetapi kita berbuat hal yang sama ketika sampai pada praktik kebenaran secara alkitabiah. Tindakan menunjukkan bahwa otoritas kitab suci terdapat pada kit6a dan bukan pada teksnya.

Sementara itu perceraian yang terjadi di dalam gereja hampir sama banyaknya dengan yang terjadi di luar. Perilaku seks yang tidak wajar juga didapati di dalam komunitas jemaat. Seperti yang dikatakan oleh Gallup, tingkah laku etis dari mereka yang datang ke gereja dan mereka yang tidak itu luar biasa miripnya.

Sebuah pandangan baru yang mengatakan bahwa "Allah menginginkan Anda untuk menjadi kaya, bahagia dan sehat" telah muncul pada generasi ini yang cepat sekali menerima keuntungan dari kekristenan tanpa adanya ketaatan.

Bagaimana seharusnya kita meresponi sikap-sikap yang demikian. Barangkali kita harus mulai dengan kembali kepada Injil seperti terdapat dalam Perjanjian Baru. Banyak dari kita sudah bosan dengan "keputusan kelahiran baru" yang berdasarkan pengumuman bahwa seseorang telah selamat karena mereka telah berjalan di antara bangku-bangku atau mengisi sebuah kartu untuk mengambil keputusan. Kita melupakan perkataan Kristus, "Setiap tumbuhan yang tidak ditanam oleh Bapaku yang di surga akan dicabut" (Mat. 15:13).

Perbedaan antara orang percaya dan yang tidak percaya akan menjadi semakin jelas katika kita menyadari bahwa hanya mereka yang dipanggil oleh Allah yang akan datang kepadaNya; hanya ketika keselamatan itu dianggap sebagai pekerjaan dari anugerah Allah yang berdaulat yang akan kita hargai implikasinya dan kuasaNya yang mengubahkan.

Sebagai seorang gembala sidang marilah kita mengingat bahwa kita bukanlah pribadi yang memutuskan apa yang seharusnya kita khotbahkan, siapa yang dapat dikahkan ulang di dalam jemaat kita atau bagaimanakah struktur yang seharusnya dari sebuah rumah tangga. Juga tidak bergantung kepada kita apakah kita harus selektif dalam program TV yang akan kita tonton, berapa banyak yang harus dipersembahkan, atau apakah kita akan bersaksi kepada tetangga-tetangga kita. Kita adalah hamba yang terikat demi Yesus Kristus, diwajibkan untuk menyelidiki kitab suci untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang ada, "Tuhan apa yang Kau ingin aku lakukan?" (Kis. 9:6).

Bukanlah orang-orang yang mengaku Kristen yang akan mempengaruhi suatu bangsa; tetapi mereka yang menerima harganya dan hidup dalam kehidupan sebagai pengikut Kristuslah yang dapat melakukannya.

---------------------
Bacalah ulasannya lebih detail ditulisan Erwin Lutzer, Pastor to Pastor, halaman 107