Pernah seseorang berkata, “Saya tidak tahu Alkitab atau teologia tapi saya memiliki iman.” Tampaknya ia ingin mengatakan bahwa kesulitan apapun yang ada menurut pandangannya dapat teratasi karena fakta bahwa ia memiliki iman. Yang pokok bukan, “Apa yang Alkitab katakan?” melainkan “Apakah saya memiliki iman?”
Saya tidak ragu sedikitpun bahwa ia punya iman. Kita semua mempunyai iman. Tetapi iman macam apa? Kita hidup oleh iman, dan setiap hari menerapkannya dalam berbagai cara. Kita duduk dikursi dengan iman, percaya bahwa kursi itu akan menopang bobot kita. Ketika naik pesawat terbang, kita menaruh iman kita pada pesawat dan pilot. Dokter mengatakan bahwa kita menderita sakit yang belum pernah kita dengar, ia menulis resep yang tidak dapat kita baca yang berisi nama-nama obat yang tidak dapat kita ucapkan, dan yang kita bawa pada seorang apoteker yang tidak kita kenal, yang memberi kita sebotol cairan dengan rasa seperti racun, lalu kita minum dan kembali untuk beli lagi – inilah iman.
Akan tetapi, kita tidak dapat menyerahkan diri pada Kristus dengan jenis iman yang sama seperti yang kita pakai untuk duduk di kursi.
Iman alami dan iman alkitabiah bekerja dengan cara yang sama, tapi dalam alam yang berbeda. ILLUS. Radio gelombang AM dan FM bekerja dengan cara yang sama, tapi dalam lingkungan yang berbeda.
Dari manakah asal iman?
Asal usul iman diungkapkan oleh Paulus dalam Roma 10:17 – “Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”
Ada 3 hal yang mau kita pertimbangkan dari teks ini.
Iman tidak ditimbulkan oleh diri kita melainkan adalah pemberian Allah – “Iman Timbul”.
Iman itu harus datang dari suatu sumber diluar dirinya. Iman tidak lahir dari dalam diri seseorang. Seseorang mungkin sudah kaya sejak lahir, tetapi tidak pernah seseorang sudah beriman sejak lahir.
Iman tidak ditimbulkan oleh diri kita melainkan adalah pemberian Allah. Iman berasal dari Dia; Allahlah yang memulai iman dan menanamkannya dalam diri kita – 2 Petrus 1:1 dan Efesus 2:8; Fil. 1:29.
Iman kita tidak bergantung pada kemampuan kita untuk percaya, tetapi tergantung pada kemampuan Allah untuk mengaruniakannya kepada kita. Tidak seorangpun dapat percaya Allah kalau bukan Allah yang memampukan dia – Yyohanes 12:37-40.—Inilah contoh yang menarik dari orang-orang yang tidak dapat percaya sebab Allah tidak memampukan mereka untuk percaya. Lihat juga Yohanes 8:47.
Fokus perhatian kita jangan pada ketidakmampuan kita untuk percaya, tetapi pada kemampuan Allah untuk memampukan kita untuk percaya.
Alat yang dipakai Allah untuk menganugerahkan iman adalah FirmanNya – Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus.
Salah satu dari kesalahpahaman yang paling umum tentang iman adalah anggapan bahwa iman itu pengganti pengetahuan. Jadi jika kita tidak merasa pasti mengenai seseorang atau tentang suatu fakta maka kita harus “menerimanya berdasarkan iman.” Dengan kata lain iman mulai ketika fakta berhenti.
Iman Alkitabiah didasarkan atas fakta – yaitu fakta-fakta yang terdapat dalam Firman Allah. Iman dimulai dengan suatu pengenalan akan Firman Allah. Tanpa pengenalan akan Firman Allah, tidak mungkin ada iman sejati.
Saya pernah mendengar orang berkata, “Kalau saudara percaya dengan segenap hati, Saudara pasti menerima apapun yang Saudara inginkan.” Tetapi iman seperti ini didasarkan pada keinginan atau kebutuhan kita sendiri. Iman seperti ini berasal dari dalam diri kita sendiri, dan bergantung pada kemampuan kita untuk percaya; ini adalah hipnotis dri yang bersifat keagamaan. Inilah jenis iman yang dimiliki oleh orang yang menulis, “Saya tidak kenal Alkitab, tetapi saya punya iman.”
Beberapa orang bahkan membanggakan ketidaktahuan mereka dan bermegah diri dalam keadaan mereka seolah-olah itu adalah persyaratan untuk beriman. Bagi mereka, pengetahuan adalah penghalang untuk percaya dan iman adalah lompatan ke dalam kegelapan.
Namun iman adalah lompatan ke dalam terang, terang firman Allah. Tanpa terang ini, kita tidak dapat beriman kepada Allah.
Ibrani 11:1 – Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Dalam Alkitab kata harap didasarkan pada janji-janji ilahi. Kata itu merupakan sebuah kata jaminan bahwa kita akan menerima apa yang sudah Allah janjikan. Satu-satunya ketidakpastian yang ada dalam kata harap dalam Alkitab adalah waktu penggenapannya. Segala sesuatu yang kita harapkan adalah segala sesuatu yang telah Allah janjikan. Jika Allah tidak menjanjikan, segala tindakan percaya di dunia ini tidak akan menghasilkan apa-apa.
Untuk menentukan apa yang Allah janjikan, kita harus datang pada firmanNya. Ketidaktahuan tentang Alkitab atau ketidakacuhan terhadapnya akan mengakibatkan orang itu sedikit saja imannya atau sama sekali tidak beriman. Misalnya peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang lebih. Setelah semua kenyang, Yesus memerintahkan murid-muridNya mengumpulkan sisa-sisa makanan dan terkumpul sebanyak dua belas bakul penuh. Selesai melakukan ini, Ia menyuruh murid-murid itu naik perahu menuju ke Betsaida. Ia akan menyusul mereka kemudian. Dan, Ia memang menyusul mereka – dengan berjalan di atas air. Ketika murid-murid melihat Dia, mereka mengira hantu dan mereka ketakutan. Selanjutnya diceritakan tentang perjalanan singkat Petrus di atas air. Saat ia mulai tenggelam, ia berteriak ketakutan, Tuhan memegang tangannya dan berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Matius 14:31). Dalam Injil Markus, cerita itu diakhiri dengan penjelasan tentang ketakutan mereka yang timbul karena kurang percaya ini: “…Sebab sesudah peristiwa roti itu, mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil” –Markus 6:52.
Matius 16:8,9,11—Belum juga kamu mengerti? Kurangnya iman mereka disebabkan oleh miskinnya pemahaman. Seseorang kurang iman bukan karena ia kurang mempunyai kemaun untuk percaya, tetapi karena ia hanya memiliki sedikit sekali pemahaman tentang kehendak dan Firman Allah. Kemampuan kita untuk percaya diukur melalui pengertian kita tentang Tuhan dan FirmanNya. Si perwira dalam Matius 8 memiliki iman yang begitu besar sehingga Yesus kagum; tetapi sumber imannya itu adalah pada pemahamannya mengenai Yesus dan misiNya.
Iman memerlukan lebih dari sekedar pengetahuan intelektual tentang Firman Allah tetapi juga hatinya harus benar-benar mendengar ucapan kristus sendiri.
Walaupun kita tidak dapat memiliki iman tanpa mengenal Alkitab, namun kita dapat mengenal Alkitab tanpa memiliki iman. Biasa saja seseorang menjadi sarjana Alkitab dan pada saat yang sama tidak mengetahui apa maksudnya mempercayai Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Kita harus meneliti tata bahasa yang dipakai dalam Roma 10:17. Sepanjang PB ada dua kata berbeda yang dipakai untuk firman Allah dan yang paling sering dipakai adalah kata yang sudah dikenal yaitu
logos. Jika dihubungkan dengan Firman Allah, logos berarti penyataan total Allah, segala yang telah Allah katakan kepada manusia, berita Injil. Sebagai contoh, Yesus disebut Firman (logos) Allah dalam Yohanes 1:1 sebab Ia adalah penyataan lengkap Allah pada manusia.
Rhema. – Rhema adalah logos yang diucapkan, penyataan konkret tentang logos. Rhema berarti seseorang berbicara, mengeluarkan pikiran.
Logos adalah firman; rhema adalah perkataan dari Firman. Logos adalah pesan; rhema adalah pesat itu dikatakan. Logos adalah isi pesan; rhema adalah penyampaian pesan itu. Dalam logos titik beratnya adalah pada isi; dalam rhema titik beratnya adalah pada bunyinya. Logos adalah keseluruhan Alkitab; rhema adalah ayat dari Alkitab.
Kata yang dipakai Paulus dalam Roma 10:17 adalah rhema. Dalam konteks ini rhema dapat diartikan sebagai ucapan. “pendengaran oleh ucapan Kristus.”
Memang harus ada pemberitaan, tetapi bukan pemberitaan yang melahirkan iman, melainkan pendengaran. Dan soal mendengarkan yang Paulus maksudkan bukan mendengarkan pemberitaan pengkhotbah, tetapi mendengarkan ucapan Kristus sendiri – suara Kristus yang berbicara melalui berita yang disampaikan pengkhotbah.
Ini selaras dengan perkataan Paulus pada ayat 14 dari pasal yang sama. Terjemahan yang tepat bukan mendengar tentang Dia, melainkan mendengar Dia. Ada perbedaan besar antara mendengar tentang seseorang dan benar-benar mendengar seseorang.—Efesus 4:20-21.
Kita sering mendengar kata-kata pengkhotbah dan bukan Firman Allah, sehingga kita tidak mampu bertindak dengan iman berdasarkan apa yang telah kita dengar. Iman memerlukan penemuan pribadi dengan Kristus yang hidup –2 Kor. 4:4; Yoh. 4:42.
Hubungan pribadi kita dengan kristus lebih dari hanya hubungan intelektual – itu merupakan hubungan pribadi dan rohani.
Lukas 24:27 – Kata yang diterjemahkan menjadi “menjelaskan” berarti “membuka total.” Ayat 31, tertulis; “Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia.” Apakah ini tidak mengherankan Saudara? Kedua orang ini telah mengikuti Yesus selama tiga setengah tahun, tetapi toh mereka tidak mengenali Dia sebelum “terbukalah mata mereka.” Mereka melihat Dia dengan mata jasmani; tetapi pengenalan dan percaya timbul hanya bila Kristus memampukan mereka untuk melihat dengan mata rohani mereka. Lihat juga ayat 45.
Bagaimana Mendengar?
Bangsa israel mendengar, tetapi tidak percaya. Dan Allah menganggap mereka bertanggung jawab atas ketidakpercayaan mereka. Mengapa mereka tidak percaya? Dalam Roma 10, Paulus menyatakan bahwa iman timbul dari pendengaran; lalu dia segera menyatakan bahwa bangsa israel mendengar namun tidak percaya. Jika pendengaran membuahkan iman, mengapa iman tidak timbul di antara umat Israel padahal bangsa ini mendengar? Penjelasannya diberikan dalam ayat 21, dan dalam penjelsan itu disebutkan kondisi-kondisi yang diperlukan manusia untuk mendengar dengan iman.
Perhatikan dua gambaran tentang Israel:
Tidak taat – Kata ini mempunyai lebih dari sekedar ketidaktaatan saja. Kata tersebut menunjukkan suatu penolakkan keras untuk taat, suatu keengganan untuk diyakinkan. Israel telah memutuskan untuk tidak percaya dan tidak taat sebelum mereka mendengar apa yang hendak Allah katakan.
membantah.—berarti menentang apa yang dikatakan, berbicara melawan dan mendebatnya.
Pendengaran tidak membuahkan iman pada bangsa itu karena:
Telah memutuskan untuk tidak taat sebelum mereka mendengar
Membantah dan mendebat apa yang mereka dengar.
Dengan mengubah dua sikap negatif ini menjadi positif, dapat disimpulkan bahwa jika ingin mendengar dengan iman maka kita harus…
Siap untuk taat – Janganlah kitabersikap, “Katakanlah dahulu apa yang kauinginkan, baru aku akan memutuskan mau menaati atau tidak.” Kitalah yang harus terlebih dahulu menyatakan diri taat sebelum kita mendengar, bahkan sebelum kita tahu apa yang Ia minta dari kita. Itu berarti kesiapan untuk taat.
Kemauan untuk mendengar. –Urutan ini benar, karena jika kita telah memutuskan untuk tidak menaati, kita pun tidak akan mau mendengarkan. Roh Ketidaktaatan membuat kita tidak mungkin mendengar Firman. Tetapi, jikalau kita telah memutuskan untuk taat maka kita ingin mendengar apa yang Allah katakan.
Yakobus 1:21-- Lemah lembut artinya mempunyai roh yang dapat diajar. Kesediaan mendengarkan berarti mendengarkan dengan maksud untuk menaati. Guru piano yang terbaik di dunia tidak akan sanggup mengajar murid, yang membantah dan mendebat segala yang dikatakan sang guru.
Penutup
Kita mendengar apa yang kita siap untuk dengar. Saya sering beranggapan bahwa Allah tidak berbicara, padahal sebenarnya sayalah yang tidak mendengar Dia. Persoalannya terletak pada penerima, bukan pada pemancar. Allah bertanggung jawab untuk berbicara; sedang kita bertanggung jawab untuk mendengar. Tanggung jawab Allah adalah menanamkan iman, dan tanggung jawab kita adalah menerimannya.
Dan Allah akan memberikan untuk kita iman yang kita butuhkan, asal kita berada pada posisi yang benar untuk menerimannya. Saudara bisa mengandalkan Allah untuk melakukan bagianNya. Sedangkan perhatian kita harus dipusatkan pada bagian kita, yaitu menyiapkan hati kita untuk mendengar dan menerima. Bagi mereka yang siap untuk taat dan bersedia mendengarkan, Allah akan berbicara. “Berbicaralah, Tuhan, sebab hambaMu ini mendengar.”
good point sir
BalasHapusMenjadi paham maksud Roma 10:17. Iman yang berdasarkan fakta Alkitab timbul dari ketaatan mendengar ucapan Kristus dan menerimanya. Terima kasih
BalasHapusSemoga terus berkarya. Gbu
BalasHapusso blessed!
BalasHapus